Blogger Template by Blogcrowds

tuhan kau tahu_ari lasso

Kau tahu mengapa
Percintaan ini
Kembali terjadi
Tuhan, s’moga ini menjadi
Suratan takdirku
Hidup bersamanya
Hingga maut memisahkan
Tuhan, s’moga ini terjadi

Reff :
Tuhan, Kau tahu
Cintaku t’lah jatuh kepadanya
Hati dan juga hidupku
T’lah kuserahkan kepadanya
Tuhan, Kau tahu
Ooh…

Kau tahu betapa
Ingin kujalani
Sisa hidup ini
Hanya dirinya di sisiku

Reff :
Tuhan, Kau tahu
Cintaku t’lah jatuh kepadanya
Hati dan juga hidupku
T’lah kuserahkan kepadanya
Tuhan, Kau tahu
Tuhan, Kau tahu
Ooh…
Hati dan juga hidupku
T’lah kuserahkan kepadanya
Tuhan, Kau tahu

Cinta dalam hati - Ungu

mungkin ini memang jalan takdirku
mengagumi tanpa di cintai
tak mengapa bagiku asal kau pun bahagia
dalam hidupmu, dalam hidupmu

telah lama kupendam perasaan itu
menunggu hatimu menyambut diriku
tak mengapa bagiku cintaimu pun adalah
bahagia untukku, bahagia untukku

reff:
ku ingin kau tahu diriku di sini menanti dirimu
meski ku tunggu hingga ujung waktuku
dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya
dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejab saja

Separate Existance = lahir hidup

Dua pengertian ini tidak selalu dianggap sama. Walaupun demikian penggunaan yang salah bukan berati kesalahan atau eror. Bagaimanapun juga prinsip kelahiran yang sah bahwa bila bayi telah atau sudah mampu memiliki bagian tubuhnya sendiri, erlepas dari ibunya.

Pada keadaan pengguguran kandungan, perlu dibuktikan bahwa bayi mampu hidup bila dilahirkan. Usia kehamilan setidaknya harus mencapai 28 minggu atau lebih sebagai contoh bayi sudah viabel dan harus dibuktikan bahwa tindakan yang dilakukan ibu menyebabkan kematian sebelum sebagian tubuhnya terlepas bebas dari ibunya. Viabilitas adalah pokok dasar pada keadaan ini.

Di lain pihak, infantisida membutuhkan pembuktian bahwa bayi telah lahir dalam keadaan hidup (memiliki tubuh sendiri) setelah keluar secara sempurna dari tubuh ibunya. Pembuktikan viabilatas bayi tidak diperlukan namun bila ada keraguan maka tidak mungkin bayi itu telah lahir dalam keadaan hidup. Sebagai konsekuensinya pada kasus dakwaan infantisida biasanya sang ibu memiliki pembelaan yang kuat.

Lahir dalam keadaan hidup (separate existance) berarti bayi telah dikeluarkan secara sempuna seluruh tubuhnya dari tubuh ibu tanpa pemotongan tali pusat. Seorang bayi dapat memperoleh status lahir dalam keadaan hidup setelah tubuhnya telah keluar walaupun plasentanya masih menempel didalam uterus ibunya.

Pengeluaran secara komplit dan sempurna juga relevan pada kasus lahir mati. Hal ini didefinisikan pada Undang-undang Registrasi Kelahiran dan Kematian tahun 1953 bagian 41 bahwa “seorang anak yang telah keluar seluruhnya dari tubuh ibunya setelah usia kehamilan 28 minggu dan setelah itu tidak bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan sama sekali...”. Bila hal ni diragukan maka sesuai dengan pernyataan sebelumnya dinyatakan sebagai lahir mati.

Tanda eksternal lahir hidup

Tanda yang menyatakan bayi lahir dalam keadaan hidup hanya sedikit. Tanda ini terbatas pada adanya perubahan pada tali pusat dan adanya luka yang tidak bisa diakibatkan karena proses persalinan.

Di lain hal, pemeriksaan luar mungkin menemukan tanda-tanda yang membuktikan bahwa bayi tidak lahir dalam keadaan hidup. Sebagai contoh, tubuh yang telah mengalami maserasi menandakan kematian dalam uterus; kepala bayi mungkin diselubungi oleh membran amnion yang mencegah timbulnya pernapasan.; atau mungkin ditemukan kelainan kongenital mayor.

Tali pusat tidak dibutuh lagi pada minggu pertama kehidupan. Selama 12 sampai 24 jam pertama tali pusat mengalami pengeringan dan mengkerut namun keadaan ini juga ditemukan pada lahir mati. Pada 36 jam akan ditemui warna kemerahan pada daerah kulit sekitar tali pusat. Tali pusat mulai terlepas dari tubuh pada hari ke-4 dan 5 dan terlepas seluruhnya pada hari ke-6 sampai 7; jaringan parut aktif pada tubuh bayi dapat terlihat sampai 12 hari. Tidak satupun pada perubahan-perubahan ini (yang menandakan reaksi intravital) ditemukan pada lahir mati, karena perubahan ini akan tampak setelah 36 jam maka adanya perubahan ini menandakan bahwa bayi lahir dalam keadaan hidup.

Cara pemotongan tali pusat juga penting. Ibu bisa saja mengaku bahwa tali pusat terkoyak saat anak jatuh di kepala setelah partus presipitatus. Hal itu bisa ditunjukkan bahwa tali pusat telah dipotong bukan terkoyak. Saat terkoyak secara tidak sengaja, biasanya terputus di dekat tempat penempelannya apakah dekat plasenta atau tubuh bayi; pada keadaan lanjut perdarahan yang timbul tidak banyak dan tidak akan dapat menyebabkan kematian bayi.

Moris dan Hunt (1966) menemukan bahwa tali pusat relatif mudah diputuskan dengan tangan. Mereka menggambarkan berbagai tampilan ujung tali pusat yang dihasilkan dari cara pemotongan yang berbeda-beda.

Ujung tali pusat harus diperiksa dengan meletakkan kedua bagian di air atau papan dan ujungnya dipaparkan secara halus; sebaiknya juga diperiksa dengan kava pembesar. Tepi yang ireguler sesuai dengan pengoyakan sedangkan ujung linear dengan tepi reguler menandakan pemotongan. Bagaimanapun juga kesimpulan harus juga memperhitungkan kemungkinan penggunaan alat tumpul, menghasilkan potongan kasar dan juga mungkin bisa menghasilkan koyakan pada daerah superfisial saja samapi terpotong secara rapi. Pada berbagai kejadian perubahan pasca mati atau pengeringan biasanya menyingkirkan pendapat mengenai cara pemotongan yang telah digunakan.

Pemeriksaan dalam bisa menunjukkan bukti kuat bahwa bayi telah lahir hidup. Dapat ditemukan materi eksternal yang hanya dapat masuk bila bayi telah kelyar secara sempurna pada saluran pernapasan dan pencernaan. Materi eksternal dapat masuk ke saluran pernapasan pada jarak tertentu pasca mati tetapi jalan masuknya ke dalam bronkus intrapulmonar dibatasi oleh udara di paru-paru. Jika tetap ditemukan pada bronkus intrapulmonar dan lebih jauh lagi maka telah terjadi penghirupan (inhalasi). Ini hanya bisa dibuktikan pada keadaan selain adanya kontaminasi dan pemijitan material dari trakea dan bronkus besar dengan penekanan pada tubuh bayi. Karena itu pemeriksaan harus menyingkirkan artefak-artefak ini. Organ dada bagian dalam harus dipindahkan dengan lembut dengan teknik “tanpa sentuhan” dan menempatkannya di papan atau piringan yang bersih sebelum berbagai tindakan dilakukan untuk mendapat sampel bagian-bagian bronkus dan pipet yang digunakan harus bersih. Spesimen yang diambil harus disertai dengan sampel kemungkinan sumber materi eksternal berasal untuk perbandingan contohnya tanah atau pasir.

Materi eksternal dapat masuk ke kerongkongan, lambung atau lebih jauh lagi sampai ke usus halus selama hidup tetapi setelah mati materi tersebut jarang sekali masuk bahkan sampai lambung. Sampel yang diambil untuk mencegah terjadinya kontaminasi disimpan untuk diperiksa bersama dengan sampel sumbernya.

Ditemukannya makanan misalnya susu di lambung bayi adalah hal penting pertama yang ditemukan sebagai kemungkinan adanya penghisapan atau masuknya setelah pengeluaran sempurna.

Terakhir, pembuktian bahwa bayi telah lahir hidup yang meliputi berbagai penyelidikan untuk menilai secara pasti dengan menilai kriteria yang digunakan harus dilakukan.

Pada masa lalu perhatian khusus diberikan pada sistem pernapasan, harus selalu dalam pikiran kita bahwa bukti telah bernapas bukan bukti lahir hidup. Dapat secara pasti dinyatakan tanpa menampilkan bukti lain lebih lanjut (karena keterbatasan buku ini) bahwa bernapas dapat terjadi sebelum pengeluaran secara sempurna. Bernapas dapat terjadi pada keadaan kepala bayi masih dalam vagina dan walaupun bayi masih dalam rahim (ada bukti autentik tentang ini, menurut Clouston 1933). Terdapat banyak kasus seperti ini (lebih dari 130 kasus tercatat) dan bahkan 122 diantaranya autentik.

Sampai saat ini masih sangat penting memberi perhatian khusus, bahkan lebih detil lagi dibanding masa lalu, terhadap sistem pernapasan. Tetapi cara pendekatan yang digunakan telah berubah secara radikal.

Test utama pada masa lalu yang dikenal sebagai tes hidrostatik dilakukan untuk menentukan daya apung paru. Jika tenggelam maka menandakan lahir mati; jika mengapung maka menandakan lahir hidup. Pada selanjutnya tes ini dinyatakan tidak memiliki nilai. Paru-paru pada lahir hidup, bahkan yang telah hidup selama beberapa hari dapat tenggelam (Dilwor 1900; Randolph, 1901), dan yang mengapung bukan berarti telah lahir hidup. Bayi tersebut bisa saja bernapas sebelum pengeluaran secara sempurna atau paru-parunya telah mengembang saat persalinan saat lahir mati; paru yang telah membusuk juga bisa mengapung. Jika seluruh bagian dada mengapung tinggi pada air dan tidak busuk maka kemungkinan bayi lahir hidup. Derajat aerasi ini merupakan bukti jelas; karena itu sebaiknya tes hidrostatik tidak dilakukan lebih lanjut.

Aerasi paru-paru akan meningkatkan berat paru-paru karena saat sirkulasi pulmonal timbul, pembuluh darah akan terisi dengan darah. Terdapat peningkatan berat paru dari sepertujuhpuluh menjadi sepertigalima dari berat tubuh secara total. Tes ini memiliki nilai kecil dan dapat dilakukan tanpa mengganggu opini akhir.

Inspeksi paru dengan mata telanjang juga penting. Ketika paru-paru mengembnag, lembut dan terdapat krepitasi, berarti telah terjadi aerasi tetapi seperti apa yang telah disampaikan Osborn ukuran paru-paru bukan merupakan kriteria lahir mati. Dia telah membantah pendapat sebelumnya yang menyatakan paru-paru padat yang kecil menindikasikan lahir mati. Apakah anak telah lahir hidup atau tidak menurut pengalamannya terdapat tiga perempat kasus paru-paru telah mengisi rongga torak. Dia telah mengemukakan bahwa kegagalan paru-paru untuk berkembang dapat disebabkan oleh pneumotorak bilateral dengan empisema karena operasi. Adanta tanda bintik Tardieu pada asfiksia dan bukti adanya bronkopneumonia bukan tanda lahir hidup karena juga dapat ditemui pada lahir mati.

Persiapan Paru-paru untuk Pemeriksaan Mikroskopik

Sebelum mencoba menarik kesimpulan praktis dari penelitian-penelitian yang dilakukan Osborn (1953), yang juga harus dipelajari, adalah sangat penting untuk menyebutkan teknik yang digunakannya. Osborn menekankan pentingnya pemeriksaan dengan teknik tanpa sentuh yang bertujuan untuk mengeliminasi artefak yang diakibatkan manipulasi yang tidak hati-hati. Isi dada harus dilepas secara intak dengan cara memotong dengan skalpel dan alat-alat leher seperti lidah atau laring dipegang dengan forseps. Setelah difiksasi 48 jam, sampel pemeriksaan mikroskop diambil di seluruh bagian paru dengan cara memotong lintang. Pada kasus dimana terdapat keraguan mengenai interpretasi mata telanjang atau ketika tindakan hukum akan dilanjutkan, maka ada prosedur yang harus diikuti. Koroner dan polisi pasti akan keberatan bila pemeriksaan ditunda tetapi mereka harus diberitahu mengenai keuntungan dan kerugian dari penanganan material yang terburu-buru dan tidak baik.

Begitu organ dalam dada sudah disimpan dan pemeriksaan lengkap seluruh anggota badan yang lain sudah dilakukan koroner dapat mengizinkan pembuangannya secara aman. Polisi juga dapat memiliki waktu untuk melengkapi laporannya sebelum meutuskan tuduhan.

Perubahan Mikroskopis di Paru-paru

Di masa lalu, pemeriksaan mikroskopis paru-paru adalah penyelidikan lini kedua dan terbatas hanya untuk melihat satu hal yaitu kondisi permukaan laveoli. Bila menunjukkan penampakan seperti kelenjar maka disimpulkan bahwa si bayi belum bernafas dan dengan demikian bayi tersebut berarti lahir mati. Saat ini telah disadari bahwa perubahan jenis sel yang melapisi alveoli tidak secara cepat terjadi dan tidak juga bertepatan dengan awal pernapasan. Lebih jauh lagi, telah dibuktikan bahwa alveoli yang mirip kelenjar dapat ditemukan pada bayi lahir hidup. Interpretasi sekarang adalah persistensi penampakan ini indikatif untuk prematuritas atau suatu kondisi dimana bayi matur tetapi memiliki diferensiasi yang berbeda dari normal seperti pada hidrops fetalis.

Pemeriksaan mikroskopis paru pada bayi seperti ini adalah pemeriksaan yang utama dan adalah satu-satunya cara yang dapat diandalkan utuk memecahkan masalah yang dapat terjadi. Beberapa bayi, bila benar, tampak jelas lahir mati karena, dengan inspeksi luar saja, terlihat mengalami maserasi. Meskipun demikian penampakan ini tidak sering dan kecuali jenazah dilihat segera setelah persalinan, interpretasi dapat sulit bila sudah mulai ada pembusukan. Terdapat juga anak lain, mewakili kurang lebih sepertiga seri kasus Osborn, dimana penampakan parunya jelas sesuai dengan bayi yang telah bernafas; beberapa menunjukkan emfisema obstruktif. Kesulitan sebenarnya muncul pada bayi yang berhenti berusaha bernafas. Kesadaran akan kondisi ini sangat penting dan terutama akibat deskripsi Osborn mengenai perubahan yang indikatif untuk itu.

Korban yang berusaha bernafas dapat lahir mati atau meninggal segera setelah persalinan. Perubahannya secara umum sama pada keduanya. Kondisi tersebut dapat progresif tetapi akan berhenti pada suatu tahap.

Pada akhirnya akan ada hemokonsentrasi yang kemudian diikuti sianosis. Osborn menemukan bahwa sangat penting untuk memperhatikan bahwa paru biasanya terekspansi penuh dapat karena inhalasi cairan amnion atau muntahan, atau akibat emfisema obstruktif, atau edema dengan atau tanpa inhalasi cairan amnion.

Tardieu’s spot adalah tampilan yang lain tetapi hal tersebut dapat ditemukan pada bayi lahir hidup atau mati.

Osborn juga menekankan pentingnya distensi usus besar dengan mekoneum. Mekoneum dapat keluar ke cairan amnion lalu kemudian terhisap, sebuah poin penting dalam mengenali lahir mati karena fagositosis mekoneum dapat dilihat di paru.

Pembentukan edema paru adalah perubahan yang lambat dan tidak selalu tampak. Osborn menemukan bahwa tidak semua bayi baru lahir rentan terhadap edema. Edema dapat timbul dengan kecepatan luar bisa dan menurut pengalaman Osborn dapat menyebabkan kematian dalam hitungan satu atau dua menit. Dia menekankan bahwa hal tersebut bukan kejadian akhir. Edema neonatal akut adalah kemungkinan penyebab kemayian utama.

Pengenalan adanya edema dapat sulit bila cairan sudah mengalir dari alveoli saat mempersiapkan pemeriksaan mikroskopis dan terutama bila isi selnya dapat diabaikan. Alveoli kemudian tampak seperti telah berisi udara walaupun distensi yang terjadi sebenarnya akibat akumulasi cairan.

Perubahan lain yang ditemukan pada paru dapat dikenali pada bagian yang diwarnai secara khusus untuk menunjukkan lemak. Kemudian dapat dilihat juga bahwa duktus alveolaris yaitu saluran menuju alveoli, dilapisi membran yang dibuat dapat dilihat jelas pada pewarnaan. Kondisi membran secara pasti masih harus dipelajari lagi, tampaknya dapat terdiri dari lemak yang berasal dari verniks (Ahlstrom, 1942) atau dapat juga tidak. Saat ini nampaknya lebih baik untuk mengabaikan hal tersebut, yang diadopsi dari membran duktus alveolaris yang dikemukakan Osborn, karena kepentingannya bukan karena komposisinya tetapi karena penampakannya dan kemudahan untuk dilihat. Pembentukan membran ini menunjukkan bahwa bayi telah bernafas dan lahir hidup. Osborn belum melihatnya pada bayi lahir mati. Nampaknya mungkin bahwa membran ini sangat berbahaya terhadap kehidupan karena dapat menyababkan bayi lahir hidup mengalami serangan asfiksia atau sianosis dan kematian dapat timbul karenanya. Tahap minor yaitu ketika membran tersebut belum tersebar merata menurut Osborn sering terjadi. Membran dapoat ditemukan bila bayi bertahan paling sedikit satu jam setelah lahir. Pembentukan membran yang luas pada duktus terjadi dengan proporsi 1:2,5 pada seri kasus Osborn. Hal tersebut memainkan peran penting, bersama bronchopneumonia, sebagai sebab atelektasis yaitu kolapsnya paru pada bayi baru lahir.

Edema luas umum terjadi pada seri kasus Osborn dan terjadi pada bayi lahir hidup dengan proporsi 17:1 bayi lahir mati. Terdapat edema pada lima dari tujuhdan edema luas pada kurang dari setengah paru bayi lahir hidup. Ketiadaan edema pada bayi baru lahir telah diramalkan karena naiknya tekanan darah, yang secara normal mengikuti persalinan dan memungkinkan terjadinya edema, kemudian tidak terjadi.

Osborn menganjurkan bahwa deskuamasi epitel bronkhial perlu dicatat mengingat spesimen diperoleh dengan teknik tanpa sentuh dan paru difiksasi dengan seksama sebelum dijadikan sampel. Adanya deskuamasi tersebut adalah indikasi mungkin terjadi maserasi di paru sehingga merupakan indikasi kematian in utero atau lahir mati.

Bronchopneumonia, meskipun jelas, bukan merupakan bukti lahir hidup karena Osborn menemukan perubahan ini pada satu paru dari delapan yang diperiksnya.

Fagositosis mekoneum oleh sel yang melapisi alveoli, dengan mengeksklusi artefak, adalah bukti penting inhalasi cairan amnion atau lahir mati. Osborn menunjukkan fagositosis ini pada sebelas dari 31 bayi lahir mati.

Riwayat Kasus

Nilai dari riwayat kasus juga ditekankan oleh Osborn. Ketika kondisi tidak memungkinkan adanya kritik dari seseorang atau tidak menimbulkan kemungkinan tindak kriminal berlanjut, adalah diperbolehkan untuk mencapai kesimpulan berdasarkan riwayat yang dapat dipercaya dan penampakan mata telanjang dari tubuh bayi. Hal sebaliknya berlaku bila tidak ada riwayat atau dimana riwayat kasus tersebut tidak dapat dipercaya atau diandalkan; penyelidikan lengkap kemudian perlu dilakukan.

Adanya kontusio paru penting. Perdarahan subpleura ini mudah dibedakan dengan Tardieu’s spot karena menunjukkan pola jejak iga dan lebih ekstensif. Meskipun demikian, bila kantusio luas, Osborn menemukan bahwa hal tersebut menyerupai fase edema berat pada paru yaitu fase hemoragik. Dia menekankan bahwa kontusio harus bisa dibedakan dari perubahan yang merupakan bagian dari penyakit sindrom perdarahan pada neonatus. Kontusio paru, menurut pandangan Osborn, adalah hasil dari pernafasan buatan yang kuat. Ia menemukan hal tersebut dengan proporsi 1 :14 bayi lahir hidup tetapi tidak ada pada lahir mati. Walaupun ia bersiap untuk menemukan bahwa kehadiran kontusio merupakan bukti yang sangat baik untuk bayi lahir hidup, ia menunda opini yang lebih jelas sampai didapat bukti yang lebih kuat mengenai hal ini. (artikel mengenai penyakit paru neonatal oleh Aherne (1964) harus dilihat).

Rangkuman

Dari keterangan sebelumnya tampak bahwa diagnosis lahir mati diperbolehkan bila ditemukan perubahan-perubahan berikut ini :

  1. Maserasi bayi, lebih disukai bila tanpa disertai pembusukan
  2. Membanjirnya paru-paru akibat cairan amnion dan, terutama, bukti adanya fagositosis mekoneum oleh sel yang melapisi alveoli.
  3. Deskuamasi epitel bronki, mengingat telah digunakannya teknik yang dapat menghindari adanya artefak.
  4. Usus besar terdistensi oleh mekoneum, ini adalah bukti usaha bernafas.

Lahir mati tidak harus ditunjukkan oleh paru-paru yang kecil dan solid dengan warna gelap homogen. Edema luas membuat lahir mati menjadi meragukan dan mungkin dapat menyingkirkannya.

Lahir hidup adalah kemungkinan yang terjadi bila :

  1. Paru terekspansi penuh pada semua lobus, dengan atau tanpa emfisema obstruktif
  2. Terdapat edema, terutama edema luas, pada paru.
  3. Terdapat membran duktus alveolaris dan menyebar luas di paru-paru.
  4. Atelektasis paru, karena obstruksi oleh membran duktus alveolaris, ditemukan.
  5. Terdapat kontusio paru, dan penyakit perdarahan pada bayi telah disingkirkan.

Penampakan mirip kelenjar pada alveoli tidak dapat menyingkirkan lahir hidup tetapi hanya mengindikasikan prematuritas. Tardieu’s spot, meskipun menunjukkan usaha bernafas, dapat timbul baik pada lahir hidup maupun mati. Bronkopneumonia juga menunjukkan hal serupa. Osborn percaya bronkopneumonia adalah penyebab abortus yang penting. Dia mensyaratkan bukti perubahan yang harus terjadi sebelum kelahiran seperti pleuritis berfibrin, sebagai bukti bahwa kelainan tersebut merupakan kongenital karena perubahan pada pneumonia dapat terbentuk dalam beberapa jam setelah lahir; dia tidak menerima batas waktu 6 jam yang kadang dianggap sebagai kriteria (Osborn, 1954).

Osborn mempu mendiagnosis lahir hidup secara tepat pada delapan atau sembilan kesempatan dari sepuluh kasus dengan mempelajari anamnesis, dimana diagnosis dengan pemeriksaan paru saja tidak mudah bahkan saat persiapannya baik. Sayangnya riwayat kasus yang dapat diandalkan jarang dapat diperoleh kecuali dari ahli kebidanan. Osborn (1954) menceritakan tentang seorang bayi yang memiliki memar luas pada parunya dan hepar yang ruptur dan perawat menyatakan bahwa pernafasan artifisial tidak dilakukan, “…tidak pernah ada hal demikian ketika itu adalah sebab utama kematian……bayi itu harus sangat kuat untuk tahan terhadap pernafasan artifisial.”

Tes lain tentang eksistensi terpisah

  1. Saliva pada lambung

Diniz (1932) menyatakan bahwa saliva selalu ada pada lambung tiap bayi baru lahir yang bertahan beberapa jam setelah lahir. Tidak pernah ada saliva ditemukan pada lambung bayi yang lahir mati.

  1. Udara pada saluran cerna

Hajkis (1934) percaya bahwa demonstrasi radiologis mengenai adanya udara pada lambung dan usus merupakan bukti yang mengkonfirmasi tanda respirasi. Bila udara mencapai duodenum ia mempertimbangkan hal tersebut sebagai bukti kuat eksisitensi terpisah.

Jobba (1970) menarik perhatian mengenai perlunya reservasi dalam mengevaluasi tes tersebut karena adanya kemungkinan pemberian respirasi buatan saat lahir.

Pada suatu kesempatan hanya sisa-sisa dari bayi yang akan diperiksa, dimana bayi tersebut disembunyikan sekian lama sehingga tidak ada jaringan lunak yang tersisa. Pada kasus seperti itu kadanga diperlukan pemeriksaan rahangf, yang berisi gigi yang belum erupsi, untuk pemeriksaan gigi, mengingat demonstrasi garis neonatal yang sangat jelas pada email gigi akan menunjukkan bahwa bayi tersebut mencapai eksistensi terpisah (Gustafson, 1966). Onservasi Gravimetrik juga menunjukkan maturitas bayi (Stack, 1960).

Prematuritas

Kelahiran dianggap prematur bila persalinan terjadi sebelum masa kehamilan lengkap, tetapi kapan waktu tersebut terjadi masih belum ditetapkan. Pengadilan menginterpretasi batas kehamilan secra bebas. Legitimasi diperoleh bila masa kehamilan tidak kurang dari 349 hari (Hadlum . Hadlum [1949] P.197). Di sisi lain, masa antara 338 sampai 340 hari ditetapkan sebagai batas legitimasi.

Ahli kebidanan akan menganggap seorang bayi prematur bila berat bayinya kurang dari 5,5 lb (2500 g). Viabilitas di dalam hukum diperoleh bila usia bayi 28 minggu atau lebih yaitu adalah waktu dimana janin memiliki berta paling sedikit 2,5 lb (1000 g). Beberapa kasus yang luar biasa mengenai bertahannya bayi prematur pernah tercatat. Satu bayi yang memiliki berat hanya 735 g (26 oz) saat lahir berhasil selamat (Hoffmann et al., 1938). Yang lainnya, dengan berat 15 oz, lahir pada usia kehamilan awal bulan ketujuh, hidup dan sehat enam minggu kemudian beratnya menjadi 32,75 oz (Hubbard, 1928). Shackleton (1928) juga mencatat kelahiran bayi pada 27 Febrari 1927, dimana beratnya hanya 17 oz; 10 bulan kemudian beratnya menjadi 22,5 lb.


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda